Rabu, 11 Desember 2013

SAJAK PERSIMPANGAN

Berdiri tegak di persimpangan
Menatap pada wajah berjuta
Wajah murung rakyat jelata
Wajah terkurung beton kota

Tak ada penjajahan
Proklamasi telah di ikrarkan
Menyatakan kemerdekaan
Serta memdapat pengakuan

Sedang sekarang
Bendera-bendera ketidakadilan
Berkibar sepanjang jalan
Dan mereka berdendang nyanyian kelaparan

Mereka turun kejalan
Menuntut keadilan
Menuntut kemerdekaan
Serta menuntut kezaliman

Mereka bagaikan lautan manusia
Mengibarkan bendera-bendera
Mengutuk penguasa
Lalu bubar bagai tak bernyawa

Kipoennurdin

Jakarta, 29 Oktober 2013

MAAF IBU PERTIWI

Maaf ibu pertiwi
Karena aku telah menghujat bapak pertiwi
Dengan alasan birokrasi

Dan
Ku hujat bapak pertiwi
Karena bapak tak mengeluarkan cacimaki
Saat paman sam mengintip tubuhmu  ibu pertiwi

Maaf ibu pertiwi
Yang entah dibelahan negeri mana kau bediri
Tapi aku telah memaki bapak pertiwi
Pulanglah ibu pertiwi

Disini
Bapak pertiwi membutuhkanmu untuk menemani
Karena tanpamu bapak merasa sepi
Pulanglah ibu pertiwi, pulanglah ke negeri


Kipoennurdin

Banda Aceh, Oktober 2013

Nanggroe

Setelah gelombang itu datang
Kulihat berjuta nyawa melayang
Kemegahan seakan tak lagi terdengar
Keindahan seakan lenyap dari pandangan

Kudapati jutaan wajah tengah berduka
Menatap pada sanak keluargar
Terbaring kaku tak berdaya
Mereka tertegun, tertunduk dengan linangan air mata

Di kejauhan, tampak sosok bocah
Meungut puing-puing reruntuhan
Mencari sesuatu yang tak pasti
Menggenggap apa-apa yang di dapati

Kulihat, jutaan harapan telah sirna
Ribuan kenangan telah hilang
Lenyap bersama reruntuhan
Sedang sisanya tersapu ombak dan gelombang

Jutaan nyawa telah pergi
Tubuhnya terpanggang terik matahari
Tampak lalat-lalat mulai hinggap
Menari-nari keriangan pada tubuh kaku

Jutaan nyawa yang tersisa
Bertarung menahan lapar dan dahaga
sedang lalat tengah berpesta
Menyantap makan pada tubuh tak bernyawa

Disudut yang lain
Ribuan manusia tertunduk layu
Diam tampa kata
Sepi melebihi apapun yang paling sepi

Kita melihat jutaan bangsa datang
Mendekat atas nama kemanusiaan
Membersihkan puing reruntuhan
Mengubur jutaan nyawa yang telah berpulang

Kini, gelombang telah berlalu
Bungong jumpa tak lagi layu
Sedang gelombang hanya kenangan pilu
Tawa bocah kembali merdu

Namun sayang seribu sayang
Kini bungong jumpa ditilang malang
Madunya dihisap kumbang
Lalu kumbang terbang dan menghilang

Sayang sagatlah sayang
Bungong jumpa tak lagi tumbuh di balai pengajian
Aneuk-aneuk naggroe telah larut dalam perkembangan
Bahkan tak peduli azan berkumandang

Naggroe telah kehilangan jutaan jiwa
Yang tersapu bersama sapaan gelombang
Sedang adat, budaya, dan warisan
Telah lenyap ditelan perkembangan

Ini naggroe siapa
Adat, budaya, dan warisan kita dimana
Dimana aneuk naggroe dan bungong jumpa
Mengapa semua hilang dalam satu gelombang

Kipoennurdin

Seuramoe mekkah, Desember 2004 – Desember 2013

ANTARA SENJA DAN MALAM

Kudapati matahari yang terbenam
Terang berganti gelap
Hanya dalam seketika

Kutemukan orang-orang dengan seragam
Baru meninggalkan kesibukan
Lalu bergegas pulang

Kulihat lalu lalang kendaraan
Mereka yang sibuk mengejar waktu
Bertemu dengan sang rindu

Kulirik ke langit
Warnanya mulai muram
Dan pancaran awan kemerahan dari kejauhan

Antara senja dengan malam
Kudengar kumandangan azan
Yang memberi tanda malam akan datang

Dalam sekejap
Senja telah hilang berganti malam
Lampu jalanan mulai terang

Antara senja dan malam
Hanya perpaduan ruang dan waktu
Yang selamanya akan bersekutu


Banda Aceh, 1 Desember  2013
Kipoennurdin

Selasa, 10 Desember 2013

PERSEKUTUAN

pada persekutuan ruang dan waktu
detik berjalan sebagai mana mestinya
tanpa sadar beranjak dari masa ke masa
sampai pada hari yang telah ditentukan
dan persekutuan itulah
membuat kita terlena dalam keindahan
terlelap dalam kenyamanan
sampai janji Tuhan akan datang
kita harus beranjak pulang
meninggalkan keindahan pada alam
menghadap kepada yang maha Kuasa

Kipoennurdin

Banda aceh, Desember 2013