Sabtu, 31 Mei 2014

AKU, KARIBKU DAN PADUKA


Pagi itu
Aku masih terbaring di kamar kontrakan
Sebab tak ada kelas yang harus ku hadiri

Tiba-tiba telepon selulerku berdering
Dilayar keluar sebuah nama
“PADUKA TUAN YANG MULIA”

Ia menanyakan keberadaanku
Dan ingin aku menemuinya
Segera

Seperempat jam setelah itu
Telepon selulerku kembali berdering
Kali ini, dari ia karibku

Dengan nada cemas
Ia menginginkanku segera bergegas
Menemuinya dan paduka, secepatnya

Setengah jam setelah itu
Aku dimusuhi Paduka bersema jajarannya
Tanpa alasan yang jelas

Semenjak hari itu
Hubungan tak seharmonis dulu
Hanya saling memusuhi, sampai hari ini


Banda aceh, 1 Juni 2014

TANYA IBUKU


Ibuku bertanya
“kapan kau akan mengenakan toga?”
Aku hanya tersenyum
Hanya terpaksa tersenyum

“ibu sudah cukup tua, dan ibu ingin melihatmu
mengenakan toga, mendapatkan gelar sarjana”
Ucapnya  lagi penuh harap
Dan aku masih enggan menjawab

Tampak wajah lesu penuh harap
Bimbang dan terus bertanya-tanya
Bahkan lebih banyak tanyanya
Dari kata-kata yang terlahir

Lalu kujawab walau kalimatnya tak merdu
“masih beberapa tahun lagi bu!”
Dan itu kalau aku tak dikeluarkan
Atau di paksa keluar

Disana, aku dianggap pemberontak
Suka berbuat onar dan brutal
Aku di anggap pengganjal, penghambat

Padahal aku hanya menuntut hak
Aku hanya memberi saran, bukan ancaman
Memang mereka tetap menganggapku pengganjal
Maaf ibu!


Banda Aceh, 31 Mei 2014

IA AKAN ABADI

Langkah bisa di cekal
Tapi pemikiran tak dapat di bendung
Biarkan mereka menahan
Dan mengganjal langkahku
Namun pemikiranku
Akan hidup selamanya
Ia akan hidup bersama tunas baru
Dan kala waktu tiba
Kau akan tenggelam dalam langkahku


Banda Aceh, 30 Mei 2014

BALADA DEMONSTRAN

Kami turun ke jalan
Bukan untuk berbuat onar
Apalagi berbuat brutal

Kami turun kejalan
Karena banyak persoalan
Yang masih mengganjal

Kami bukan pembuat rusuh
Apalagi mencari musuh
Kami hanya ingin bersuara

Kami turun ke jalan untuk mengadu
Sebab kalian hanya bisa berkata, tak bisa mendengar
Kami hanya ingin memberi usul

Kami bukan pemberontak
Yang harus dihujami pukulan
Sedang kami hanya ingin memberi saran

Tuan-tuan penguasa
Kami tak bermaksud menggurui
Kami hanya sekedar menjalankan demokrasi


Banda aceh, 29 Mei 2014

Jumat, 16 Mei 2014

DIMANA KEMERDEKAAN

Dimana kemerdekaan
Kala kebebasan hanya sekadar ucapan
Hanya sekedar kata-kata penguasa
Dalam setiap retorika

Bagaimana kita dikatakan merdeka
Tarik menarik kepentingan elit politik
Telah menajdi pertarungan sejati
Kaum cukong yang berusaha menjual harga diri negeri

Lihatlah negeri ini kawan
Negeri yang terombang ambing
Dalam pelukan pesta pora demokrasi
Yang selalu melahirkan tikus-tikus berdasi

Sudahlah sangat aneh negeri ini kawan
Media massa telah dibeli penguasa
Bualan menjadi tontonan disetiap layar kaca
Kritikan hanya sampah pengisi kolom berita surat kabar

Berita, hanya sekadar hiburan semata
Siaran kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme hanya sekadar penipuan
Surat kabar, hanya tumpukan kertas tak berguna
Media-media tak lagi merdeka kawan


Banda Aceh, 17 Mei 2014

ATAS NAMA KEADILAN

Dalam hiruk pikuk debu jalanan
Kami masih berdiri tegak
Menantang arah mata angin
Bersuara lantang tanpa gentar

Langkah kaki mereka
Serdadu-serdadu Negara
Dengan mocong senjata yang dirangkulnya
Takkan mampu membuat kami goyah

Kami masih disini
Berteriak tanpa henti
Atas nama rakyat dan
Tumpah darah para pendahulu

Kami masih menuntut keadilan
Atas setiap jengkal tanah yang dirampas
Atas tiap tetesan darah yang tumpah
Atas nama mereka yang dilenyapkan penguasa negeri sendiri


Banda Aceh, 12 Mei 2014

BERDAMAILAH TUAN

Siapa yang telah berdamai tuan
Sedang negeri masih berduka
Setiap jengkal lorong masih mencekam
Peluru masih menyarang dan tak bertuan

Kemana arah negeri kita tuan
Mereka yang turun kejalan
Dihujani pukulan
Padahal sekedar menyuarakan pikiran

Dengarlah tuan
Letusan mesiu masih nyaring berdengung bukan
Lihatlah damai kita tuan
Mulai rapuh dalam persekutuan waktu

Negeri ini sudah cukup berduka tuan
Lautan darah telah tersapu gelombang
Hembusan angin damai tertiup bersamanya
Lalu kini mulai beranjak dari kita tuan

Berhentilah tuan
Tanah ini tak ingin lagi terpercik darah
Bermadailah tuan
Tanah ini sudah sangat renta untuk permusuhan


Banda Aceh, 06 Maret 2014

CUKONG JALANAN

Ketika
Cukong-cukong mengibarkan bendera
Sederat ratapan begitu terasa

Janji-janji yang telah usang
Mulai di ikrarkan kembali
Mencuci otak-otak yang terbelenggu

Cukong-cukong mulai menjamah
Setiap jengkal lorong
Mensiasati derita kita

Sadarlah
Mereka bukan solusi dari setiap jeritan kita
Mereka hanya pengobral janji yang tak pasti

Mereka datang
Lalu senyum dengan kepalsuan
Hanya demi pencitraan

Berhentilah
Berhenti memakan janji cukong-cukong jalanan
Sebab cukong bukan jalan keluar


Banda Aceh, 11 Maret 2014

MIMPI

Entah berantah
Tertiup dingin angin malam
Dalam jejak langkah rantau

Pada legam wajah malam
Dalam roda kehidupan
Pada pundak jalan

Mimpi-mimpi dijajaki di emperan jalan
Dalam gulita dan keheningan
Pada pancaran cahaya lampu perkotaan

Kugambarkan wujudnya
Pada kanvas dengan tinta tabu
Kusimpan pada hati yang paling suci

Ku pandang kaki langit
Sembari ku gantungkan mimpi
Lalu ku buat tangga untuk menggapainya


Banda aceh, 21 April 2014