Jumat, 17 Oktober 2014

PERCAKAPAN MENDUNG

Malam akan segera tiba
Mendung menyapa dibalik senyum senja
Malam dan mendung bercakap mesra

Malam akan kelam
Sebab mendung tengah menyelimuti senja
Sesekali langit pesta warna, cahaya

Langit enggan menyiapkan pesta
Sebab malam dan mendung telah mengisyarat
Hujan akan menyapa

Mendung senja!
Malam gulita!
Hujan menyapa!


Banda Aceh, Oktober 2014

OMBAK DAN PANTAI

Ingatkah kau kasih
Saat kau dan aku masih disini
Ditepian kota ini
Di daratan penghujung kota ini

Kita habiskan jengkal demi jengkal waktu
Hanya berdua dibibir pantai
Bersama debur ombak yang setia menyapa
Dan gelombang yang membasahi kaki kita

Kau mengambil ranting yang terbawa ombak
Melukis nama kita pada pasir putih pantai yang basah
Sembari berkata
Kita akan saling setia bagai ombak yang membasahi pantai ini


Banda Aceh, Oktober 2014

NESTAPA

Rindu pada satu jiwa
Pada raga yang entah dimana
Ingin aku berjumpa
Namun hanya sekadar nestapa

Ku tulis puisi ini tanda aku merindu
Rindu pada jiwa yang ku puja
Rindu pada raga yang berharga
Rinduku bukan sekedar rindu biasa

Dalam lamunan
Dalam setiap keheningan
Dalam setiap doa yang punjatkan
Aku berharap, rinduku tak sekedar nestapa


Banda Aceh, Oktober 2014

KENANGAN SENJA

Terkenang hari kemarin
Saat kita duduk menikmati senja
Bersama pancaran cahaya yang menyala
Pantulan keemasan pada gelombang pantai

Secangkir es kelapa muda
Perlahan senja menghilang
Ditelan malam nan gulita
Lalu, kau mengucap kata perpisahan
Selamat tinggal cinta


Banda Aceh, Oktober 2014

ISYARAT HUJAN

Ku nikmati setiap rintik hujan yang jatuh
Dalam siang yang gaduh
Pada pesta perayaan
Penyematan sumpah gelarmu

Aku hening dalam risau
Suara-suara ku anggap nyanyian galau
Sedang rintik hujan irama gundah
Yang menyelimuti hati resah

Ku tau, kau telah usai
Sedang aku masih tersangkut
Carut marut perdebatan semu
Toga bagai impian yang tabu

Hujan siang ini
Mengisyaratkan resah, gundah
Sebab kau akan pergi
Bersama lelaki yang segera meminangmu


Banda Aceh, Oktober 2014

DOA

Seperti saban hari
Masih kupanjatkan doa yang sama
Lalu mengulangnya setiap waktu
Doa untuk sebuah nama
Doa untuk sebuah cinta


Banda Aceh, Oktober 2014

SENJA DISEBUAH DESA

Senja telah hilang ditelan malam
Tak  terlihat pancaran warna keemasan
Pantulan cahaya langit pada bibir pintai

Riuh gemuruh debur ombak tak terdengar
Hanya kicauan burung yang menjemput malam
Dalam kemelut wajah bocah desa

Tersudut dalam lingkaran keheningan
Dimana anak-anak bergegas menuju meunasah
Tepat saat azan berkumandang dengan syahdunya

Senja tetaplah senja dengan keindahan yang berbeda
Harmonisasi antara kehidupan serta persekutuan ruang dan waktu
Bahkan kelak, sampai dunia telah menjelma menjadi surga



Langgien, Pidie Jaya 12 Agustus 2014

MIMPI BOCAH TANPA ALAS KAKI

Terpana pada satu pandangan
Pada puluhan bocah yang bermain riang
Hanya bola dari plastik
Tanpa alas kaki apalagi sepatu bola

Mereka berlari kesana kemari
Mencari posisi, menunggu bola
Mereka berlari kesana kemari
Dengan tujuan pasti, menjebol gawang lawan

Bocah desa dengan penuh semangat
Bermimpi dilapangan penuh sampah
Menjadi ronaldo, messi dan bintang dunia
Bahkan mengisi posisi garuda jaya

Bocah desa dengan penuh percaya diri
Menggantung mimpi masuk televisi
Menghibur jutaan pasang mata
Dengan mimpi menjadi juara


Langgien, Pidie Jaya 12 Agustus 2014

LIHATLAH DENGAN MATA HATI

Bangsa ini sedang berduka
Berkabung luka
Sebab generasinya sedang berkemelut
Bergelut dengan mafia

Bangsa ini bangsa maju
Begitu kata para birokrat
Tapi, lihatlah teman
Lihatlah lebih dalam dengan mata hati

Lihatlah anak-anak yang mengikis harapan
Dibalik reruntuhan perkampungan
Mereka lapar, mereka dahaga
Sebab sekolah telah menjadi telaga mafia

Dikampungku, dikampungmu, dikampung kita
Anak-anak tak dapat bersekolah
Kerana alasan biaya
Kerana sekolah dikuasai mafia

Pendidikan bukan lagi amanah pendiri bangsa
Pendidikan telah menjadi lading
Tempat birokrat menanam modal
Meraub untung bagi keluarga

Aku bertanya
Masi adakah oemar bakri
Yang mengabdi pada pertiwi
Dengan setulus hati

Siapa yang mengatakan Aceh ini kaya
Alamnya penuh pesona
Masyarakatnya sejahtera
Anggarannya tertinggi di Indonesia
Undang-undangnya istimewa
Pemerintahnya rujukan dunia
Sistemnya di atur sang raja paduka
Religinya serambi penyebar agama

Tolonglah teman
Tolonglah lihat lebih dalam dengan mata hati
Lalu sejenak berhenti, berpikir
Siapa yang harus menjawab pertanyaan-pertanyaanku


Banda Aceh, 6 juli 2014

BALADA DEMONSTRAN

Kami turun ke jalan
Bukan untuk berbuat onar
Apalagi berbuat brutal

Kami turun kejalan
Karena banyak persoalan
Yang masih mengganjal

Kami bukan pembuat rusuh
Apalagi mencari musuh
Kami hanya ingin bersuara

Kami turun ke jalan untuk mengadu
Sebab kalian hanya bisa berkata, tak bisa mendengar
Kami hanya ingin memberi usul

Kami bukan pemberontak
Yang harus dihujami pukulan
Sedang kami hanya ingin memberi saran

Tuan-tuan penguasa
Kami tak bermaksud menggurui
Kami hanya sekedar menjalankan demokrasi


Banda aceh, 29 Mei 2014

Rabu, 02 Juli 2014

JANGAN HANYA BUNGKAM

Aku tak ingin mengkritik
Apalagi mendikte
Kalian adalah orang-orang hebat
Beronani dengan ilmu

Kalian adalah intelektual muda bangsa
Harapan bangsa, pemikul beban bangsa
Pemikir ulung yang sekarang berubah
Menjadi penonton etalase birokrasi

Bangunlah kawan
Mulailah berbicara, mengkritik
Jangan hanya bungkam melulu
Tempat kita telah pilu, berkabung

Bicaralah teman
Bicaralah dipanggung-panggung sakral
Jangan hanya mengoceh diemperan
Jangan hanya tertawa sambil menertawakan diri sendiri


Banda Aceh, 3 juli 2014

Sabtu, 31 Mei 2014

AKU, KARIBKU DAN PADUKA


Pagi itu
Aku masih terbaring di kamar kontrakan
Sebab tak ada kelas yang harus ku hadiri

Tiba-tiba telepon selulerku berdering
Dilayar keluar sebuah nama
“PADUKA TUAN YANG MULIA”

Ia menanyakan keberadaanku
Dan ingin aku menemuinya
Segera

Seperempat jam setelah itu
Telepon selulerku kembali berdering
Kali ini, dari ia karibku

Dengan nada cemas
Ia menginginkanku segera bergegas
Menemuinya dan paduka, secepatnya

Setengah jam setelah itu
Aku dimusuhi Paduka bersema jajarannya
Tanpa alasan yang jelas

Semenjak hari itu
Hubungan tak seharmonis dulu
Hanya saling memusuhi, sampai hari ini


Banda aceh, 1 Juni 2014

TANYA IBUKU


Ibuku bertanya
“kapan kau akan mengenakan toga?”
Aku hanya tersenyum
Hanya terpaksa tersenyum

“ibu sudah cukup tua, dan ibu ingin melihatmu
mengenakan toga, mendapatkan gelar sarjana”
Ucapnya  lagi penuh harap
Dan aku masih enggan menjawab

Tampak wajah lesu penuh harap
Bimbang dan terus bertanya-tanya
Bahkan lebih banyak tanyanya
Dari kata-kata yang terlahir

Lalu kujawab walau kalimatnya tak merdu
“masih beberapa tahun lagi bu!”
Dan itu kalau aku tak dikeluarkan
Atau di paksa keluar

Disana, aku dianggap pemberontak
Suka berbuat onar dan brutal
Aku di anggap pengganjal, penghambat

Padahal aku hanya menuntut hak
Aku hanya memberi saran, bukan ancaman
Memang mereka tetap menganggapku pengganjal
Maaf ibu!


Banda Aceh, 31 Mei 2014

IA AKAN ABADI

Langkah bisa di cekal
Tapi pemikiran tak dapat di bendung
Biarkan mereka menahan
Dan mengganjal langkahku
Namun pemikiranku
Akan hidup selamanya
Ia akan hidup bersama tunas baru
Dan kala waktu tiba
Kau akan tenggelam dalam langkahku


Banda Aceh, 30 Mei 2014

BALADA DEMONSTRAN

Kami turun ke jalan
Bukan untuk berbuat onar
Apalagi berbuat brutal

Kami turun kejalan
Karena banyak persoalan
Yang masih mengganjal

Kami bukan pembuat rusuh
Apalagi mencari musuh
Kami hanya ingin bersuara

Kami turun ke jalan untuk mengadu
Sebab kalian hanya bisa berkata, tak bisa mendengar
Kami hanya ingin memberi usul

Kami bukan pemberontak
Yang harus dihujami pukulan
Sedang kami hanya ingin memberi saran

Tuan-tuan penguasa
Kami tak bermaksud menggurui
Kami hanya sekedar menjalankan demokrasi


Banda aceh, 29 Mei 2014

Jumat, 16 Mei 2014

DIMANA KEMERDEKAAN

Dimana kemerdekaan
Kala kebebasan hanya sekadar ucapan
Hanya sekedar kata-kata penguasa
Dalam setiap retorika

Bagaimana kita dikatakan merdeka
Tarik menarik kepentingan elit politik
Telah menajdi pertarungan sejati
Kaum cukong yang berusaha menjual harga diri negeri

Lihatlah negeri ini kawan
Negeri yang terombang ambing
Dalam pelukan pesta pora demokrasi
Yang selalu melahirkan tikus-tikus berdasi

Sudahlah sangat aneh negeri ini kawan
Media massa telah dibeli penguasa
Bualan menjadi tontonan disetiap layar kaca
Kritikan hanya sampah pengisi kolom berita surat kabar

Berita, hanya sekadar hiburan semata
Siaran kebangsaan, nasionalisme dan patriotisme hanya sekadar penipuan
Surat kabar, hanya tumpukan kertas tak berguna
Media-media tak lagi merdeka kawan


Banda Aceh, 17 Mei 2014

ATAS NAMA KEADILAN

Dalam hiruk pikuk debu jalanan
Kami masih berdiri tegak
Menantang arah mata angin
Bersuara lantang tanpa gentar

Langkah kaki mereka
Serdadu-serdadu Negara
Dengan mocong senjata yang dirangkulnya
Takkan mampu membuat kami goyah

Kami masih disini
Berteriak tanpa henti
Atas nama rakyat dan
Tumpah darah para pendahulu

Kami masih menuntut keadilan
Atas setiap jengkal tanah yang dirampas
Atas tiap tetesan darah yang tumpah
Atas nama mereka yang dilenyapkan penguasa negeri sendiri


Banda Aceh, 12 Mei 2014

BERDAMAILAH TUAN

Siapa yang telah berdamai tuan
Sedang negeri masih berduka
Setiap jengkal lorong masih mencekam
Peluru masih menyarang dan tak bertuan

Kemana arah negeri kita tuan
Mereka yang turun kejalan
Dihujani pukulan
Padahal sekedar menyuarakan pikiran

Dengarlah tuan
Letusan mesiu masih nyaring berdengung bukan
Lihatlah damai kita tuan
Mulai rapuh dalam persekutuan waktu

Negeri ini sudah cukup berduka tuan
Lautan darah telah tersapu gelombang
Hembusan angin damai tertiup bersamanya
Lalu kini mulai beranjak dari kita tuan

Berhentilah tuan
Tanah ini tak ingin lagi terpercik darah
Bermadailah tuan
Tanah ini sudah sangat renta untuk permusuhan


Banda Aceh, 06 Maret 2014

CUKONG JALANAN

Ketika
Cukong-cukong mengibarkan bendera
Sederat ratapan begitu terasa

Janji-janji yang telah usang
Mulai di ikrarkan kembali
Mencuci otak-otak yang terbelenggu

Cukong-cukong mulai menjamah
Setiap jengkal lorong
Mensiasati derita kita

Sadarlah
Mereka bukan solusi dari setiap jeritan kita
Mereka hanya pengobral janji yang tak pasti

Mereka datang
Lalu senyum dengan kepalsuan
Hanya demi pencitraan

Berhentilah
Berhenti memakan janji cukong-cukong jalanan
Sebab cukong bukan jalan keluar


Banda Aceh, 11 Maret 2014

MIMPI

Entah berantah
Tertiup dingin angin malam
Dalam jejak langkah rantau

Pada legam wajah malam
Dalam roda kehidupan
Pada pundak jalan

Mimpi-mimpi dijajaki di emperan jalan
Dalam gulita dan keheningan
Pada pancaran cahaya lampu perkotaan

Kugambarkan wujudnya
Pada kanvas dengan tinta tabu
Kusimpan pada hati yang paling suci

Ku pandang kaki langit
Sembari ku gantungkan mimpi
Lalu ku buat tangga untuk menggapainya


Banda aceh, 21 April 2014